Ia memulai perjalanannya dengan tumpukan luka dibahunya,
ke sebuah tempat dimana kedamaian dikabarkan angin dan jatuh di telinganya seperti dedaunan yang gugur menerima takdirnya_
tangisan pada ujung malam dengan cahaya lampau-lampu yang redup memberinya bekal tabah dan mata yang rekah,kuat tak pernah mengalirkan duka di kedua dipipinya
;ia tak sendiri ,luka itu masih menancap kuat dalam ingatan
sesekali kepalanya mendongak kelangit tempat ia sering meneriaki tuhan atas luka yag berjatuhan dipundaknya,
kepada embun yang menyerupai doa seorang ibu ia mencari jawaban puluhan tangis yang dititipkan seorang laki-laki pada belahan dadanya,
namanya bening_gadis yang suka melukiskan mimpi pada pagi yang ranum,lalu memecahkan cermin pada malam -malam yang tua.
pada masa lalu yang dibencinya
kini ia puisi dengan guratan luka di bahunya dan raut tuhan diwajahnya;
ia memilih tenggelam bersama sepi tempat melepaskan duka pada waktu yang membatu dan janji yang terjatuh lantas mati
;ia tak sendiri,luka itu masih mengalir dalam tiap tetes darahnya